Rabu, 15 September 2010

Zaman Saverigading

Sebelum abad ke-IX Tanah Kaili masih merupakan suatu danau gunung dengan dataran di bagian selatan. Kemudian digenangi air laut kedataran selatan sampai Bangga yang membentuk laut Teluk Kaili. Sebagai akibat gempa tektonis yang melanda daerah ini. Tercatat pelabuhan yang ramai dikunjungi kapal dan pinisi dari luar ialah pelabuhan ganti (pujananti), Bangga, Valatana, dan Baluase, Rogo, Pulu, Bomba di bagian barat, sedang di bagian timur Pantoloan, Labuan, Loru, Pombeve, Vatunonju, Uvemabere, Kalavuntu, Pandere, Sakide.

Pada abad ke-IX yaitu jaman saverigadingpelabuhan tersebut ramai dikunjungi baik dari negeri-negeri dipegunungan yaitu dari jurang pegunungan dan dataran tinggi di bagian timur dan barat, laut (teluk) Kaili seperti negeri-negeri:

1. Lando, Punde
2. Vonggi, Parigi
3. Tagari Gunung, Dombu, Volu, Pakava
4. Lere Gunung, Kaliroya, Timbora
5. Balaroa, Porame, Balane. Maupun dari laut pendatang : Bugis, Makassar, Kutai, Mindanau
6. China, dll.

Sampai abad ke-X keadaan tersebut terlukis pula dalam ceritra tentang Saverigading sebagai berikut:

To-Kaili yang mendiami Tanah Kaili memiliki ceritra rakyat (folklore) yang menjadi pengikat rasa persatuan To-Kaili tentang asal usulnya.

Nenek moyan To-Kaili pada zaman dahulu, mendiami lereng-lereng gunung sekeliling laut Kaili. Konon di sebelah timur laut Kaili itu terdapat sebatang pohin besar , tumbuh kokoh, tegak dan megah menjulang tinggi, sebagai pengenal dataran Kaili. Pohon itu dinamakan Tiro Ntasi atau juga dinamakan pohon Kalili. Mungkin dari pohon inilah asal nama suku bangsa disini yaitu Suku Kaili. Pohon itu tumbuh di pantai dan terletak antara Kalinjo dengan negeri Sigi Pulu.

Pada suatu hari kaili mendapat kunjungan sebuah perahu layar yang besar di bawah pimpinan pelaut luar negeri yang namanya sudah sangat tersohor di kawasan ini. Pelaut itu bernama Saverigading . Dikatakan Saverigading, singgah di teluk Kaili dalam perjalanannya kembali dari tanah China menemui dan mengawini tunangannya , bernama We Codai. Tempat di singgahi pertama oleh perahu Saverigading ialah negeri Ganti, ibunegeri Kerajaan Banava. Dengan terjalinnya tali persahabatan yang dikokohkan dengan perjanjian ikatan persatuan dengan kerajaan Bugis-Bone, di Sulawesi Selatan.

Dalam menyusuri teluk, lebih dalam kearah selatan sampailah Saverigading dengan perahunya ke pantai negeri Sigi Pulu, wilayah kerajaan Sigi. Perahu Saverigading berlabuh di pelabuhan Uvemebere sekarang bernama Ranobomba. Kerajaan Sigi dipimpin oleh seorang Magau perempuan bernama Ngginayo atai Ngili Nayo . Magau ini berparas sangat cantik. Setibanya di Sigi Saverigading bertemu langsung dengan Magau Ngili Nayo yang cantik itu. Pada pandangan pertama Saverigading jatuh cinta dan iapun mengajukan pinangan untuk menjadikannya permaisuri. Magau Ngili Nayo bersedia menerima pinangan Saverigading dengan syarat, ayam aduannya yang dinamakan Calabai dapat dikalahkan oleh ayam aduan Saverigading yang dinamakan Bakka Cimpolong (ayam berbulu kelabu kehijauan dan kepalanya berjambul). Syarat itupun disetujui saverigading dan disepakati adu ayam itu akan dilangsungkan sekembali Saverigading dari perjalanan ke pantai barat, sambil mempersiapkan arena (wala-wala) adu ayam tersebut.

Di pantai barat perahu Saverigading berlabuh dipelabuhan Bangga. Magau Bangga perempuan bernama Vumbulangi yang diceritrakan sebagai To Manuru (orang dari Khayangan). Saverigading menemui baginda dan mengikat perjanjian persahabatan. Dalam silsilah magai-magau Bangga, Vumbulangi adalah Magau Bangga.
Dalam perjalanannya kembali ke Sigi, perahu Saverigading singgah di salah satu pulai kecil yang bernama Bungi Ntanga (Pulau Tengah). Untuk menambatkan perahunya ditancapkannya tonggak panjang (Bg. Tonggak). Ketika meninggalkan pulau kecil itu, terlupa mencabut tonggak yang tertancap sebagai tempat menambatkan perahunya. Tonggak itu tumbuh dan sampai sekarang disebut Kabbanga atau Bulu Langayang dipercaya oleh masyarakatnya sebagai tonggak Saverigading, terletak di Kampung Kaleke.

Stibanya di Sigi, arena untuk penyabungan ayam di atas sebuahg gelanggang (wala-wala) sudah dipersiapkan. Ayam sabungan Saverigading, Bakka Cimpolong yang akan bertarung melawan Calabai ayam Ngili Nayo, siap dipertarungkan. Pada malam harinya telah di umumkan kepada segenap lapisan masyarakat, tentang pertarungan keesokan paginya. Akan tetapi sesuatu yang luar biasa telah terjadi pada malam sebelum pertarungan itu berlangsung , yang menjadi sebab dibatalkannya pertrungan itu.

Anjing Saverigading, La Bolong (si hitam) turun dari perahu, berjalan-jalan ke dataran Sigi. La Bolong berjalan kearah Selatan, tanpa disadarinya ia terperangkat kedalam lubang besar, tempat seekor belut (Lindu) yang sangat besar. Karena merasa terganggu oleh kedatangan anjing la Bolong yang tiba-tiba itu, maka belut itupun menyerang La Bolong. Maka terjadilah pertarungan yang amat sengit antara keduanya. Pertarungan itu demikian dahsyat, hingga seolah terjadi gempa menggetarkan bumi. Masyarakatpun ketakutan, dan La Bolong berhasil menyergap belut itu, keluar dari lubangnya. Lubang besar sebagai tempat tinggal belut, runtuh lalu menjadi danau yang hingga kini disebut Danau Lindu.

Anjing Saverigading, La Bolong melarikan belut itu kearah utara dalam keadaan meronta-ronta dan menjadikan lubang berupa saluran yang dialiri oleh air laut yang deras, air yang mengalir dengan deras itu bagaikan air bah yang tumpah, menyebabkan keringnya air laut Kaili. Maka terbentuklah Tanah Kaili dan terjelmalah tanah Kaili.
Peristiwa alam yang dahsyat itu membuat rencana adu ayam yang telah dipersiapkan dengan baik, dibatalkan. Magau Ngili Nayo dan Saverigading berikrar bersama sebagai saudara kandung yang saling menghormati, bekerjasama dalam membimbing masyarakat Kaili yang mendiami Tanah Kaili bekas teluk Kaili yang telah menjadi daratan ini.
Air yang mengalir deras ke laut lepas selat Makassar, membawa Saverigading terdampar di Sambo. Ceritra rakyat menyebutkan bahwa gunung yang menyerupai perahu di Sambo adalah bekas perahu Saverigading, sekarang dinamakan Bulu Sakaya (Gunung perahu). Perlengakapan perahu lainnya seperti layar, terdampar di pantai sebelah timur. Tempat itu kini bernama Bulu Masomba artinya gunung yang menyerupai layar. Di Baiya Tavaili, ditemukan sebuah batu berbentuk gong. Menurut ceritra rakyat, gong itu berasal dari perahu Saverigading. Di pantai Banava, terdapat batu yang menyerupai jangkar dan masyarakat setempat percaya bahwa benda itupun merupakan jangkar peninggalan dari Tokoh Saverigading.


Dikutip dari Buku: Catatan Kritis Palu Meniti zaman, Masyhuddin H. Masyhuda

Kamis, 04 Maret 2010

Sejarah Sulawesi Tengah

Provinsi Sulawesi Tengah dibentuk tahun 1964. Sebelumnya Sulawesi Tengah merupakan salah satu wilayah keresidenan di bawah Pemerintahan Provinsi Sulawesi Utara-Tengah. Provinsi yang beribukota di Palu ini terbentuk berdasarkan Undang-undang No. 13/1964.

Seperti di daerah lain di Indonesia, penduduk asli Sulawesi Tengah merupakan percampuran antara bangsa Wedoid dan negroid. Penduduk asli ini kemudian berkembang menjadi suku baru menyusul datangnya bangsa Proto-Melayu tahun 3000 SM dan Deutro-Melayu tahun 300 SM. Keberadaan para penghuni pertama Sulawesi Tengah ini diketahui dari peninggalan sejarah berupa peralatan dari kebudayaan Dongsong (perunggu) dari zaman Megalitikum.

Perkembangan selanjutnya banyak kaum migran yang datang dan menetap di wilayah Sulawesi Tengah. Penduduk baru ini dalam kehidupan kesehariannya bercampur dengan penduduk lama sehingga menghasilkan percampuran kebudayaan antara penghuni lama dan baru. Akhirnya, suku-suku bangsa di Sulawesi Tengah dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu, Palu Toraja, Koro Toraja, dan Poso Toraja.

Pada abad ke 13, di Sulawesi Tengah sudah berdiri beberapa kerajaan seperti Kerajaan Banawa, Kerajaan Tawaeli, Kerajaan Sigi, Kerajaan Bangga, dan Kerajaan Banggai. Pengaruh Islam ke kerajaan-kerajaan di Sulawesi Tengah mulai terasa pada abad ke 16. Penyebaran Islam di Sulawesi Tengah ini merupakan hasil dari ekspansi kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan. Pengaruh yang mula-mula datang adalah dari Kerajaan Bone dan Kerajaan Wajo.

Pengaruh Sulawesi Selatan begitu kuat terhadap Kerajaan-Kerajaan di Sulawesi Tengah, bahkan sampai pada tata pemerintahan. Struktur pemerintahan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Tengah akhirnya terbagi dua, yaitu, yang berbentuk Pitunggota dan lainnya berbentuk Patanggota.

Pitunggota adalah suatu lembaga legislatif yang terdiri dari tujuh anggota dan diketuai oleh seorang Baligau. Struktur pemerintahan ini mengikuti susunan pemerintahan ala Bone dan terdapat di Kerajaan Banawa dan Kerajaan Sigi. Struktur lainnya, yaitu, Patanggota, merupakan pemerintahan ala Wajo dan dianut oleh Kerajaan Palu dan Kerajaan Tawaeli. Patanggota Tawaeli terdiri dari Mupabomba, Lambara, Mpanau, dan Baiya.

Pangaruh lainnya adalah datang dari Mandar. Kerajaan-kerajaan di Teluk Tomini adalah cikal bakalnya berasal dari Mandar. Pengaruh Mandar lainnya adalag dengan dipakainya istilah raja. Sebelum pengaruh ini masuk, di Teluk Tomini hanya dikenal gelar Olongian atau tuan-tuan tanah yang secara otonom menguasai wilayahnya masing-masing. Selain pengaruh Mandar, kerajaan-kerajaan di Teluk Tomini juga dipengaruhi Gorontalo dan Ternate. Hal ini terlihat dalam struktur pemerintahannya yang sedikit banyak mengikuti struktur pemerintahan di Gorontalo dan Ternate tersebut. Struktur pemerintahan tersebut terdiri dari Olongian (kepala negara), Jogugu (perdana menteri), Kapitan Laut (Menteri Pertahanan), Walaapulu (menteri keuangan), Ukum (menteri perhubungan), dan Madinu (menteri penerangan).

Dengan meluasnya pengaruh Sulawesi Selatan, menyebar pula agama Islam. Daerah-daerah yang diwarnai Islam pertama kali adalah daerah pesisir. Pada pertengahan abad ke 16, dua kerajaan, yaitu Buol dan Luwuk telah menerima ajaran Islam. Sejak tahun 1540, Buol telah berbentuk kesultanan dan dipimpin oleh seorang sultan bernama Eato Mohammad Tahir.

Mulai abad ke 17, wilayah Sulawesi Tengah mulai masuk dalam kekuasaan kolonial Belanda. Dengan dalih untuk mengamankan armada kapalnya dari serangan bajak laut, VOC membangun benteng di Parigi dan Lambunu. Pada abad ke 18, meningkatkan tekanannya pada raja-raja di Sulawesi Tengah. Mereka memanggil raja-raja Sulawesi Tengah untuk datang ke Manado dan Gorontalo untuk mengucapkan sumpah setia kepada VOC. Dengan begitu, VOC berarti telah menguasai kerajaan-kerajaan di Sulawesi Tengah tersebut.

Permulaan abad ke 20, dengan diikat suatu perjanjian bernama lang contract dan korte verklaring, Belanda telah sepenuhnya menguasai Sulawesi Tengah, terhadap kerajaan yang membangkang, Belanda menumpasnya dengan kekerasan senjata. Pada permulaan abad ke 20 pula mulai muncul pergerakan-pergerakan yang melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Selain pergerakan lokal, masuk pula pergerakan-pergerakan yang berpusat di Jawa. Organisasi yang pertama mendirikan cabang di Sulawesi Tengah adalah Syarikat Islam (SI), didirikan di Buol Toli-Toli tahun 1916. Organisasi lainnya yang berkembang di wilayah ini adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) yang cabangnya didirikan di Buol tahun 1928. organisasi lainnya yang membuka cabang di Sulawesi Tengah adalah Muhammadiyah dan PSII.

Perlawanan rakyat mencapai puncaknya tanggal 25 Januari 1942. Para pejuang yang dipimpin oleh I.D. Awuy menangkap para tokoh kolonial seperti Controleur Toli-Toli De Hoof, Bestuur Asisten Residen Matata Daeng Masese, dan Controleur Buol de Vries. Dengan tertangkapnya tokoh-tokoh kolonial itu, praktis kekuasaan Belanda telah diakhiri. Tanggal 1 Februari 1942, sang merah putih telah dikibarkan untuk pertama kalinya di angkasa Toli-Toli. Namun keadaan ini tidak berlangsung lama karena seminggu kemudian pasukan Belanda kembali datang dan melakukan gempuran.

Meskipun telah melakukan gempuran, Belanda tidak sempat berkuasa kembali di Sulawesi Tengah karena pada waktu itu, Jepang mendarat di wilayah itu, tepatnya di Luwuk tanggal 15 Mei 1942. dalam waktu singkat Jepang berhasil menguasai wilayah Sulawesi Tengah. Di era Jepang, kehidupan rakyat semakin tertekan dan sengsara seluruh kegiatan rakyat hanya ditujukan untuk mendukung peperangan Jepang. Keadaan ini berlangsung sampai Jepang menyerah kepada Sekutu dan disusul dengan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada awal kemerdekaan, Sulawesi tengah merupakan bagian dari provinsi Sulawesi. Sebagaimana daerah lainnya di Indonesia, pasca kemerdekaan adalah saatnya perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diraih. Rongrongan terus datang dari Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Belanda menerapkan politik pecah-belah dimana Indonesia dijadikan negara serikat. Namun akhirnya bangsa Indonesia dapat melewati rongrongan itu dan ada tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia kembali menjadi negara kesatuan.

Sejak saat itu, Sulawesi kembali menjadi salah satu provinsi di Republik Indonesia dan berlangsung hingga terjadi pemekaran tahun 1960. Pada tahun tersebut Sulawesi dibagi dua menjadi Sulawesi Selatan-Tenggara yang beribukota di Makassar dan Sulawesi Utara-Tengah yang beribukota di Manado. Pada tahun 1964, Provinsi Sulawesi Utara-Tengah dimekarkan menjadi provinsi Sulawesi Utara yang beribukota di Manado dan Sulawesi Tenagh yang beribukota di Palu.

diambil dari: sejarahbangsaindonesia.co.cc